11 Bulan yang lalu, di sebuah negara yang terkenal dengan teknologi dan SDMnya, sedang menyaksikan kecepatan pandemi yang kian melambat. Dengan kasus yang mulai stabil pada angka 30 orang per hari, orang - orang mulai kembali beraktivitas seperti biasa, karena beranggapan bahwa pandemi ini akan segera berakhir.
Tapi ternyata, mereka salah besar.
Ini adalah cerita tentang epidemi virus corona di Korea Selatan. Siapa sangka, negara yang sangat maju dan berpendidikan ini berhasil dilumpuhkan oleh makhluk tak terlihat dalam waktu 1 bulan?
Pada tanggal 17 Februari 2020, kasus yang tadinya hanya 100 orang, berlipat ganda menjadi 1.000 orang. Setelah diteliti dan dilacak penyebarannya, setengah dari 1.000 orang tersebut terhubung ke seorang wanita berumur 61 tahun. Pasien nomor 31.
Wanita tersebut, tidak lain adalah salah satu anggota perkumpulan misterius di Korea Selatan, Shincheonji.
Siapa itu Shincheonji
Perkumpulan itu sering disebut sebagai cult karena menyebarkan suatu kepercayaan / Agama yang dianggap menyeleneh.
Pemimpinnya, Lee Man-hee, mengclaim dirinya adalah seorang nabi yang abadi. Kiriman langsung dari Yesus Kristus.
Ibadahnya dilakukan dengan cara duduk di lantai bersama, dan mendekatkan diri ke satu sama lain/ Kaki ke kaki, lutut-ke-lutut.
Tidak heran kenapa virusnya menyebar dengan sangat cepat.
Bagaimana Pasien nomor 31 menyebarkan virus.
Cerita pasien nomor 31 bermula ketika beliau waktu itu mengeluhkan sakit tenggorokan. Setelah diperiksa, ternyata tidak kenapa-kenapa. Beberapa hari kemudian, beliau mulai merasakan demam dan sakit yang lebih lanjut. Tetapi, dia tetap kembali ke gereja Shincheonji.
Baru di hari ke 10 di rumah sakit, pasien nomor 31 mulai merasakan nyeri di paru-paru, terutama di pneumonia. Barulah di situ ketahuan, bahwa beliau telah terinfeksi virus corona.
Kalau kamu sama Seperti ku, mungkin kamu akan greget. Kenapa sihh udah tau sakit masih aja keluar rumah? bahkan sampai kumpul-kumpul begitu.
Ternyata, ini terkait dengan kepercayaan yang dianut oleh Shincheonji ini. Di sana. Para anggotanya dicekoki bahwa dunia sebentar lagi berakhir. Badan mereka tidak terlalu penting.
Jadi, dalam keadaan apa pun, mau mereka sehat ataupun sakit, mereka harus tetap datang ke gereja. Karena dengan beribadahlah, mereka akan hidup.
Mereka juga tidak diperbolehkan untuk memberitahu siapapun terkait keanggotaan dan kepercayaan mereka, termasuk keluarga mereka sendiri. Ini yang membuatnya sulit dilacak oleh aparat setempat saat mencoba tracking.
Setelah ditelusuri, ternyata pertemuan yang dihadiri pasien nomor 31 dihadiri oleh 1.000 anggota. Sungguh mengerikan.
Gereja tersebut pun dikecam secara habis-habisan. Orang-orang yang telah bersusah payah menerapkan protokol kesehatan menuntut perkumpulan tersebut untuk dibubarkan.
Tidak hanya rakyat Korea Selatan, netizen dari negara lain pun turut mengecam. Bagaimana tidak? Di tengah pertarungan yang sengit antara manusia dengan virus, ada sekelompok orang yang justru menjadikannya teman, memberikannya ruang untuk berpindah tempat dengan leluasa.
Akhirnya, pejuang tersebut berhasil. Gereja tersebut akhirnya ditutup sementara.
Ini juga menjadi pelajaran bahwa virus corona tidak bisa dianggap remeh. protokol kesehatan yang kita terapkan, akan sia-sia oleh segelintir orang yang justru menyambutnya.
Semoga, apa yang terjadi di Korea Selatan tidak terulang di Indonesia.