Mungkin kamu pernah mendengar, bahwa apa yang kita dengar tidak sama dengan apa yang sebenarnya diucapkan. Pernyataan itu benar.
Tanpa kita sadari, komunikasi yang sering kita lakukan telah melalui banyak filter dan penyaringan. Filter - filter ini pada dasarnya berfungsi untuk membantu kita memproses informasi. Tapi, disaat yang bersamaan juga bisa menghambat proses komunikasi itu sendiri. Kok bisa?
Salah satu filter yang paling umum adalah bahasa. Siapa yang menduga bahwa hal yang berperan besar dalam komunikasi, justru merupakan salah satu filter yang paling tajam.
Celah dalam Bahasa
Bahasa merupakan hal yang membedakan manusia dengan hewan dan tumbuhan. Bahasa memiliki fungsi unik dan spesial yang bisa menyatakan apa yang ada di dunia dengan kata dan kalimat. Tergantung bahasa yang digunakan, bahasa bisa memiliki jangkauan yang luas untuk mewakilkan setiap hal di dunia ini, atau hanya mewakilkan sedikit yang bisa dipahami manusia.
Contoh: berjalan.
Dalam bahasa Indonesia, kata ini tidak memiliki sinonim untuk mewakilkan arti yang lebih spesifik. Berjalan seperti apa? apakah berjalan dengan pelan? dengan terburu-buru? dengan susah? pincang? apapun keterangannya, kata yang digunakan tetaplah berjalan. Kekurangan kosa kata ini bisa menyulitkan pendengar untuk menangkap arti yang sebenarnya.
Bandingkan dengan bahasa Inggris. Dikutip dari vocabulary.com, walking (berjalan) memiliki 25 sinonim
Berjalan dengan pelan? amble
Berjalan diam-diam? skulk
Berjalan sambil tidur? somnambulate
Berjalan di atas air? wade
Hal di atas bukan ditunjukkan untuk menjelekkan atau mengkritik kekurangan kosa - kata dalam Bahasa Indonesia. Melainkan untuk menunjukkan bagaimana bahasa tidak akan bisa mewakilkan setiap hal dalam dunia ini. Hal ini disebut Filter Sosial, dimana filter yang menyaring persepsi kita berasal dari sosial dan budaya, seperti bahasa.
Ketidakmampuan manusia untuk membuat kosa - kata atas segala hal di dunia ini merupakan salah satu tantangan yang sebenarnya sudah biasa kita hadapi. Kita seringkali membuat analogi, pemisalan, dan berbagai contoh dan cerita agar dapat menyampaikan informasi dengan jelas dan spesifik. Terkadang ditambah dengan membuat atau menunjukkan suatu gambar.
3 Filter Bahasa
Secara umum, filter - filter yang terdapat dalam bahasa dapat kita bagi menjadi 3 jenis. Efek dari Filter ini sering kita dengar dalam pembicaraan sehari - hari.
1. Delesi
Sebelum berbicara tentang delesi, mari kita bahas terlebih dahulu apa itu surface structure dan deep structure. Surface Structure merupakan kata - kata yang muncul ke permukaan, yaitu kata - kata yang kita ucapkan atau kita tulis. Sedangkan Deep Structure merupakan kalimat lengkap yang merupakan perwakilan utuh dari suatu hal atau kejadian yang sebenarnya.
Delesi terjadi ketika ada sebagian porsi dari deep structure yang terhapus saat muncul ke permukaan. Contoh:
Deep Structure:
“Kaca yang terletak di ujung lorong sekolah dipecahkan oleh 2 orang siswa saat mencoba melarikan diri pada hari jumat di siang hari.”
*Surface Structure:
*“Kaca nya pecah”
Bisa kamu lihat, banyak sekali informasi yang terhapus dalam surface structure tersebut. Dalam contoh di atas, penghapusannya terlihat dengan jelas. Jika mendengar kalimat tersebut, seringkali kita akan merespon dengan pertanyaan:
“Hah? dimana?"
“Kaca apa? kapan?
“Siapa yang mecahin?"
“Kok bisa?”
Pertanyaan di atas berfungsi untuk menggali informasi yang hilang tersebut, dan memunculkannya ke dalam permukaan dalam bentuk jawaban.
2. Distorsi
Terkadang kita tidak selalu menanyakan informasi yang hilang tersebut. Terkadang kita langsung berasumsi tanpa memastikan kebenarannya. Dengan kata lain, distorsi terjadi ketika kita menafsirkan suatu hal dengan mengisi berbagai kekosongan informasi berdasarkan asumsi kita sendiri.
Penafsiran ini seringkali salah dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. itulah kenapa proses ini disebut distorsi, karena seringkali menyimpang dengan makna yang sebenarnya.
Mind Reading
Dari sekian banyak bentuk distorsi, Pembacaan pikiran merupakan distorsi yang paling umum dan sekaligus paling berbahaya. hanya dengan secuil informasi, Kita seringkali merasa dan bertindak seolah - olah bisa membaca pikiran orang lain.
Fakta menariknya, kita paling sering tersinggung, emosi, dan marah ketika seseorang melakukan mind reading kepada kita. Padahal kita sendiri sering melakukannya. Konyolnya, kita membalas mereka dengan melakukan mind reading juga
Tidak percaya?
Kapan terakhir kali kamu menuduh seseorang membohongimu?
Apakah pacar/gebetanmu juga menyukai orang lain selainmu?
Pernahkah seseorang membencimu?
Oke mungkin hal di atas terlalu jauh, tapi setidaknya akurat untuk kebanyakan orang.
Bagaimana dengan ini:
Seberapa sering kamu merasa sendirian?
Seberapa sering kamu merasa tidak ada yang benar - benar peduli?
Atau, mungkin kamu pernah merasa bahwa setiap orang hanya peduli pada urusannya sendiri.
Kita seringkali terlalu cepat mengambil kesimpulan, tanpa memastikan kebenarannya.
Kita seringkali merasa bisa mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan seseorang.
Seringkali, kita bertindak seperti seorang pembaca pikiran.
Pada kenyataannya, kita tidak tahu apa - apa tentang apa yang dirasakan orang lain.
Bagaimana kita bisa tahu jika seseorang membenci kita, hanya karena dia mengabaikan kita? Apakah mengabaikan sudah pasti membenci? dan membenci sudah pasti mengabaikan?
Bagaimana kita bisa mengetahui jika seseorang bohong, hanya dari cara bicaranya yg ragu - ragu dan ketakutan. Bisa jadi dia takut menyakiti perasaanmu, bisa jadi dia memang tidak ingat 100%, bisa jadi dia sedang memikirkan hal lain, bisa jadi dia baru mengalami suatu hal yg menghantui pikirannya.
Bagaimana kita bisa mengetahui alasan mana yg menyebabkan dia gelisah dan ketakutan?
3. Generalisasi
“Kamu tidak pernah mendengarkan aku” “Dia selalu berbohong” “semua cowo sama aja”
Dalam kalimat di atas terdapat distorsi dan generalisasi. Generalisasi-nya terdapat pada kata “semua, selalu, dan tidak pernah”. Kata - kata ini dikenal sebagai Universal Quantifier
Generalisasi terjadi ketika sebagian hal mewakilkan keseluruhan dari hal tersebut. Sama seperti proses lainnya, generalisasi pada dasarnya berfungsi untuk membantu kita memproses informasi. Contohnya seperti membuka pintu.
Dengan generalisasi, kita bisa dan tahu cara membuka semua berbagai jenis pintu, padahal kita hanya pernah membuka beberapa pintu.
Tetapi, generalisasi ini dapat menyempitkan pandangan dan pemikiran ketika. Terutama jika diterapkan kepada manusia. Berbeda dengan benda mati, manusia adalah makhluk yang unik, dan tidak ada manusia yang identik satu sama lain. Sehingga setiap orang pasti berbeda-beda.
Hal ini berarti, sebagian besar generalisasi yang tidak sengaja kita lakukan sama sekali tidak benar.
Generalisasi Tersembunyi
Sebenarnya, otak kita cukup mudah untuk menangkap generalisasi, karena ada kata kunci seperti “semua. seluruh, setiap, selalu, dll”.
Pertanyaannya, bagaimana jika kata kunci itu tidak digunakan? Apakah kita akan tetap mudah menyadarinya? Coba diingat kembali, pernahkah kamu menanyakan atau mendengar pertanyaan berikut?
“Kenapa perempuan lebih peka?"
“Kenapa perempuan mudah emosi?"
“Bagaimana cara mengendarai mobil?"
“Apakah pesawat merupakan transportasi yang aman?"
“Kenapa kita jangan mudah percaya dengan orang”
Kalimat - kalimat di atas secara tidak sadar adalah sebuah bentuk generalisasi. Walaupun tidak ada Universal Quantifier, kita tidak memberikan keterangan yang jelas, seperti mobil apa? pesawat jenis apa? orang yang mana? Sehingga, memberikan kesan bahwa kata itu mewakilkan semua makna yang ada, alhasil menimbulkan efek generalisasi.
Referensi
- Buku: “The Structure of Magic, volume 1” oleh Richard Bandler dan John Grinder
- https://www.nlpacademy.co.uk/articles/view/An_overview_of_the_Meta_Model_and_explanation_of_the_5_distortion_categorie/
- https://www.mindtools.co.th/personal-development/neuro-linguistic-programming/nlp-mind-reading/
- https://www.nlpworld.co.uk/nlp-glossary/d/deletion/
- https://www.nlpworld.co.uk/nlp-glossary/d/distortion/
- https://www.nlpworld.co.uk/nlp-glossary/g/generalisation/