Kenapa Menjadi Cowok Maskulin Tidak Selalu Baik

Hampir semua laki - laki ingin dianggap kuat, keren, dan maskulin. Mereka ingin terlihat kuat di hadapan orang lain. Jika kamu adalah seorang laki - laki, pasti kamu tau betul bagaimana rasanya.

Tapi, apakah kamu yakin bahwa hal - hal tersebut adalah hal yang bagus untuk dilakukan?

Pernahkah kamu terpikir bahwa maskulinitas itu ada batasnya?

Batas yang mungkin sering kita langgar tanpa kita sadari.

Mengenal Toxic Masculinity

Tidak ada salahnya menjadi seorang laki - laki yang maskulin. Yang salah adalah terlalu berusaha menjadi maskulin hingga memicu dampak yang merugikan.

Sebelum baca lebih lanjut, coba jawab pertanyaan dibawah ini

  • Apakah kamu selalu berusaha untuk menyembunyikan emosimu?
  • Apa kamu takut dipandang cengeng karena menangis?
  • Apa kamu merasa perlu menjadi sosok yang kuat
  • Apakah kamu ragu menjadi orang yang lemah lembut dan baik hati?

1 saja. Cukup 1 saja yang kamu iyakan dari pertanyaan di atas, berarti kamu telah terjebak dalam Toxic Masculinity.

Toxic Masculinity adalah stereotype di budaya kita dimana pria itu harus kuat, berwibawa, dan punya status. Stereotype ini seolah - olah memberi tahu kita bahwa pria itu lebih powerful daripada wanita. Laki - laki yang tidak mengikuti aturan ini akan dianggap lemah.

Perilaku Toxic Masculinity Yang Ditimbulkan Oleh Aturan - Aturan Tersebut

Mungkin kamu penasaran, seperti apa sih Toxic Masculinity itu? Apakah Toxic Masculinity itu hanya sekedar memperlihatkan senjata dan menyembunyikan air mata?

Ngga, Toxic Masculinity jauh lebih luas dari sekedar dua hal itu.

Seperti yang sudah kamu ketahui, toxic masculinity menganggap pria itu harus A B C dan tidak boleh X Y Z. Tapi itu peraturan zaman dulu.

Nahh baik perilaku ABC maupun XYZ bisa bermacam - macam. Ada yang dari sekedar ucapan hingga tindakan - tindakan yang merugikan diri sendiri.

Coba deh kamu inget - inget. Pernah gak kamu mendengar ucapan seperti:

  • “Jadi cowok tuh ga boleh cengeng”
  • “Cowok ga boleh nangis”
  • “Cowok harus kuat”
  • “Masa gitu doang gak bisa, kan cowok”

Saya yakin, minimal satu di antara ucapan di atas pasti pernah kamu dengar. Ucapan - ucapan inilah yang termasuk Toxic Masculinity atau Traditional Masculinity.

Masih banyak orang yang beranggapan bahwa pria itu lebih kuat dan lebih berwibawa daripada perempuan. Padahal kenyataannya tidak. Inilah yang budaya kita ajarkan kepada kita.

Ini baru ucapan. Belum lagi tindakan - tindakan yang bisa merusak kesehatan kamu. Dan kamu rela melakukannya hanya karena ingin dianggap “Maskulin”.

Tindakan - tindakan tersebut adalah:

  • Agresif terhadap perempuan
  • Berhubungan seksual dengan banyak perempuan sekaligus
  • Obsesi untuk dengan kekerasan
  • Obsesi dalam mengejar uang dan status*
  • Tidak menunjukkan emosi

Belum termasuk tindakan - tindakan yang membahayakan diri sendiri seperti:

  • Terlibat dalam bisnis ilegal
  • Mengonsumsi obat - obatan
  • Hobi berkelahi
  • Merokok*

*Saya tidak bilang bahwa merokok itu salah, punya uang itu pamer, dan mengejar status adalah sombong.

Saya hanya ingin bilang bahwa; Jika kamu melakukan semua hal di atas hanya karena ingin diakui dan diterima di lingkunganmu, mungkin kamu perlu pindah lingkungan.

Kenapa Banyak Orang Melakukannya?

Mungkin kamu juga bertanya  - tanya. Kenapa banyak orang yang melakukan toxic masculinity ini? padahal jelas - jelas ini sangat merugikan mereka.

Untuk menjawab ini, kita perlu mundur beberapa ratus tahun, hingga ke zaman kita masih kuno dan berpikir sederhana.

Zaman dahulu, kita berebut kekuasaan menggunakan fisik, berebut kekuatan juga dengan fisik. Sampai - sampai berebut wanita juga menggunakan fisik.  Yang kalah? hanya bisa meratapi nasib dan menerima kekalahan.

Sayangnya, tradisi tidak beradaptasi secepat teknologi dan ilmu pengetahuan.

Tradisi yang kita kenal sebagai traditional masculinity ini kita masih terbawa hingga sekarang. Dimana power, kekuasaan, kekuatan semua menguasai peradaban kita.

Ini, diajarkan secara turun - temurun; Lewat lingkungan, pergaulan, pertemanan, dan yang paling berpengaruh, keluarga.

Seringkali kita dimarahi hanya karena menangis. Katanya itu lemah, cengeng, dan tidak ada laki nya sama sekali. Bahkan sebagian diantaranya ada yang sampai dihukum oleh orang tuanya sendiri.

Pelaku

Percaya atau tidak. Pelaku toxic masculinity tidak lain adalah orang - orang yang paling dekat dengan kita. Ya memang tidak semuanya, tapi sebagian besar pelakunya datang dari keluarga atau orang tua.

Sejak kecil kita selalu dilarang menangis, disuruh harus kuat, dan dituntut bisa ini bisa itu.

Sejak kecil kita berusaha keras untuk mendapatkan banyak hal yang sebenarnya tidak inginkan. hasilnya? bisa kamu tebak; Gagal Total

Selain keluarga. teman kamu juga bisa ikut berperan. Terkadang mereka menyinggung kita untuk bersikap kuat. Layaknya seorang laki - laki. Bahkan, saking seringnya, tanpa mereka bilang pun kita seperti merasa ada keharusan untuk bertindak kuat di depan mereka.

Selain itu, guru juga bisa bertindak dalam hal ini. mereka juga terlibat dalam hal toxic masculinity ini. Tidak sedikit di antara mereka yang melarang murid nya untuk menangis. dan men-cap orang yang menangis sebagai sosok yang cengeng dan lemah. Ini sangat merusak mental murid murid Indonesia.

Dampak

Oke. Kita sudah berbicara banyak mengenai toxic masculinity ini. Mulai dari pengertian, asal usul, pelaku, hingga perilaku yang mungkin sering kita lakukan tanpa kita sadari.

Pertanyaannya, seberapa buruk sih dampak yang ditimbulkan dari toxic masculinity ini?

Jawabannya, beragam.

Semua bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, dan seberapa kuat perilaku perilaku ini kita lakukan dan sering kita alami dalam kehidupan sehari hari.

Simpelnya, dampak dampak ini bisa kita bagi menjadi dua jenis; Yaitu psikis dan fisik

Fisik

Sebagai orang yang menjunjung tinggi maskulinitas. Trait ini bisa membawa hal hal yang negatif. Memang tidak semuanya buruk, tapi yang namanya berlebihan tidak ada yang baik.

Jika dilihat dari sifatnya, maskulinitas tradisional sangat erat dengan pencapaian, risiko, petualangan, bahaya, dan kekerasan. Jika semua itu dilakukan, bisa berdampak negatif pada fisik seseorang.

Kemungkinan buruk yang bisa terjadi adalah:

  • Rentan terhadap penyakit
  • Kolesterol
  • Rentan terhadap luka
  • Diabetes
  • Dan masih banyak lagi

belum lagi tindakan - tindakan ekstrem seperti memperkosa, membunuh, dan kecanduan narkoba. Jika sampai level ini, bahaya yg datang akan jauh lebih tinggi seperti:

  • Berhadapan dengan polisi
  • Membahayakan nyawa sendiri dan orang lain
  • Mendapat hukuman pidana
  • Mendapat sanksi sosial

Oke, mungkin tadi terlalu ekstrem. Tapi tahukah kamu bahwa tindakan sepele seperti merokok juga bisa merugikan diri sendiri?

1 / 2 batang seumur hidup mungkin tidak apa - apa. Tapi,

Jika, berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit yang serius seperti paru - paru , gangguan pernapasan, bahkan hingga kanker.

Ini semua sangat mungkin kamu lakukan jika kamu mendorong maskulinitas hingga level toxic.

Mungkin kamu penasaran. Apakah ada dampak positifnya?

Ada,

“Mendekatkan diri kepada tuhan”

just kidding.

Psikis

itu baru fisik. Kita belum memasukkan dan menjabarkan detail detail gangguan psikis yang juga bisa mengganggu kehidupan kita sebagai dampak dari perilaku toxic masculinity ini.

Bagaimana tidak

  • Kita menghabiskan waktu untuk memenuhi tuntutan dari masyarakat
  • Kita menahan banyak emosi ingin  kita keluarkan
  • Kita menahan diri untuk tidak melakukan hal yang ingin kita lakukan

Kira - kira, perasaan apa yang kita dapat dari situ?

Senang? bahagia? puas?

Mungkin, itu pun jika berhasil.

Bagaimana jika tidak?

Kita akan kecewa, stress, kesal, dan mungkin benci terhadap diri sendiri.

Bagaimana tidak? kita memasang target yang sangat tinggi sekali. Kita memasang tujuan yang tidak bisa dicapai dalam waktu yang singkat. Tapi kita merasa perlu mendapatkan itu semua dalam waktu singkat.

Tujuan, pencapaian, prestasi, badan yang atletis, semua itu kita merasa perlu untuk mendapatkannya dalam waktu yang sangat cepat. Padahal kenyataannya, itu semua perlu waktu, usaha, dan proses untuk mendapatkan itu semua.

Kita juga menahan emosi yang sangat penting untuk dikeluarkan. Emosi - emosi yang terpendam akan menjadi masalah tersendiri untuk pikiran kita. Kita jadi sulit untuk berusaha tenang dan berpikir jernih

Kalo dibuat listnya, kira2 inilah hal yang negatif bisa kamu dapatkan:

  1. Stress
  2. Depresi
  3. Cemas
  4. Frustrasi

Apa kamu yakin ingin mendapatkan dan mengalami itu semua? tentu tidak bukan. Kalo gitu perbaiki perilakumu dan hindari toxic masculinity mulai detik ini juga!

Kesimpulan

Menjadi seorang pria yang maskulin pada dasarnya tidak apa - apa asalkan tidak berlebihan. Karena jika berlebihan akan mengarah ke Toxic Masculinity.

Toxic masculinity sudah ada sejak dulu kala. Tapi, ilmu pengetahuan sekarang sudah membuktikan bahwa paradigma ini perlu ditinggalkan.

Dampak negatif yang ditimbulkan cukup serius untuk diabaikan. Sudah saatnya, kita mengucapkan selamat tinggal terhadap tradisi tradisional yang tidak menguntungkan.

Pandangan yang tradisional ini memang tidak mudah untuk diubah. Tapi bukan berarti mustahil. Jika kita semua bekerja sama untuk menuntaskannya, bisa saja suatu saat stereotype ini akan hilang dari muka bumi ini.

Referensi:

  1. https://www.nytimes.com/2019/01/22/us/toxic-masculinity.html
  2. https://www.aurorand.org.uk/news/top-10-toxic-masculinity-behaviours
  3. https://www.apa.org/pubs/journals/features/men-a0039691.pdf
  4. https://www.psychologytoday.com/us/blog/finding-new-home/201903/new-findings-toxic-masculinity
  5. https://www.psychologytoday.com/us/blog/all-about-addiction/202001/men-will-be-men-the-troubling-origin-toxic-masculinity