Apa Itu Kenyataan

Apa yang kita sangka sebagai kenyataan, bukanlah kenyataan. Lebih tepatnya, kita tidak pernah tahu apa itu kenyataan.

“Jika kenyataan adalah apa yang bisa kamu lihat, apa yang bisa kamu dengar, dan apa yang bisa kamu cium dan rasakan, maka kenyataan adalah sinyal - sinyal listrik yang diterjemahkan oleh otak kamu.”

Itulah yang dikatakan oleh Morpheus dalam film The Matrix.

Coba kamu pikirkan kembali, bagaimana persepsi kita bisa terbentuk? Bagaimana kita bisa melihat? Bagaimana kita bisa mendengar?

Persepsi terbentuk lewat berbagai sensor di tubuh kita yang berfungsi untuk menerima informasi. Lalu informasi itu diteruskan ke otak sehingga diterjemahkan menjadi sesuatu yang kita pahami.

Masalahnya, panca indra kita memiliki kemampuan yang terbatas. Indra pendengaran kita misalnya, hanya mampu menangkap suara yang memiliki frekuensi getaran antara 20 - 20.000 Hz. Kita tidak bisa mendengar apa pun yang berada diluar jangkauan itu tanpa menggunakan alat bantu.

Indra penglihatan kita, mata, hanya bisa melihat cahaya yang memiliki panjang gelombang antara 380 - 680 nm. Itu hanya sebagian kecil dari ribuan jenis cahaya yang melewati mata kita setiap harinya.

Itu semua baru batasan - batasan secara neurologis. Selain itu  ada banyak batasan lain yang ikut menyaring informasi yang kita terima.

Selain filter neurologis, informasi yang bisa kita proses juga disaring lagi oleh faktor dan budaya kita sendiri, yaitu bahasa. Tanpa kita sadari, bahasa juga memfilter sangat banyak informasi yang kita peroleh.  

The Map is not The Territory

Semua hal yang selama ini kita alami, baik itu apa yang kita lihat, dengar, maupun rasakan, merupakan model kita terhadap dunia. Bukanlah dunia yang sebenarnya. Bayangkan anda sedang melihat sebuah peta, baik peta konvensional atau pun peta digital.

Anda bisa melihat pepohonan, jalanan, perumahan, bahkan rumah anda sendiri. Mungkin anda bisa melihat berbagai warna yang berbeda, semakin hijau maka daratannya semakin tinggi. Anda juga bisa melihat warna biru yang berarti perairan.

Tapi, apakah itu nyata? Apakah peta merupakan representasi dari dunia nyata? Apakah pemandangan yang anda lihat dengan mata anda sendiri sama dengan apa yang anda lihat dalam peta?

Tidak, peta hanya bisa kita gunakan sebagai referensi dan petunjuk untuk melakukan navigasi di dunia nyata. Dengan peta kita bisa mengetahui posisi dan letak suatu objek. Tapi, tentu saja akan sangat berbeda dengan apa yang ada di lapangan.

Gunung di peta akan sangat berbeda dengan gunung pada kenyatannya. rumah - rumah dan berbagai bangunan juga tidak akan sama dengan apa yang terlukis dalam peta. Angin yang kita bertiup dengan perlahan, cahaya yang menyelimuti tubuh kita, air yang terasa segar, semua itu tidak dapat kita rasakan dengan peta.

Itu semua karena peta bukanlah dunia yang sebenarnya, peta hanyalah sebuah model atau perumpamaan atas dunia nyata.

Sama seperti persepsi. Semua yang kita lihat, dengar, dan rasakan tidak lain adalah persepsi kita terhadap kenyataan, bukan kenyataan itu sendiri. Kita berpikir itu nyata, karena memang hanya itu yang mampu kita proses.

Kamu bisa melihat dan membaca tulisan ini karena berada pada jangkauan visible light, yaitu 380-680 nm. Tapi, cahaya ini juga berbarengan dengan berbagai cahaya lainnya yang tidak terdeteksi oleh mata kamu seperti sinar UV, infra merah. dll.

Science

Mungkin diantara kamu ada yang berpikir, “kan kita punya teknologi yang bisa melihat berbagai macam hal di luar kemampuan tubuh kita, berarti dengan teknologi kita bisa melihat kenyataan dong?”

Sayangnya, tidak semudah itu.

Walaupun teknologi kita sudah sangat canggih dan modern. Teknologi ini hanya mampu untuk memperluas persepsi kita terhadap kenyataan. Kok begitu?

Ya, karena secanggih - canggihnya teknologi, pasti ada batasannya tersendiri. Kita masih belum dapat melihat dan memahami apa itu dark matter dan dark energy. Kita juga belum bisa memastikan apakah alternate universe itu ada? Bisa jadi selama ini kita hidup berdampingan dengan alam semesta lainnya.

Dengan kata lain, teknologi tidak akan mampu untuk mengungkap dan menangkap segala hal yang ada di dunia ini,

Peta Bahasa

Jika kamu pikirkan kembali, Kata - kata yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan sebuah peta. Peta yang mewakilkan suatu arti, objek atau kejadian tertentu.

Saat kita bercerita, kita menggunakan berbagai macam kata untuk merekonstruksi kejadian yang sebenarnya, bukan memperlihatkan kenyataan yang sebenarnya.

Dengan kata lain, kita berkomunikasi dengan cara menyampaikan peta / persepsi yang kita miliki, dengan harapan mereka memiliki kamus yang sama. Mungkin tidak sama seluruhnya, tapi setidaknya kedua belah pihak mempunyai sebagian kosa kata yang disepakati artinya bersama.

Kalau tidak, komunikasi tidak akan terjalin, dan anda tidak akan mengerti tulisan ini. Contoh, jika saya berkata “sampean sakit ya?” artinya apa?

Jika anda orang jawa mungkin anda akan mengartikannya “kamu sakit ya?” Tapi, jika anda orang sunda mungkin akan mengira saya bertanya “kakinya sakit?”

Karena “sampean” berarti “kamu” dalam bahasa jawa, dan “kaki” dalam bahasa sunda.

Jangankan perbedaan kosa kata / peta bahasa. Walaupun peta nya sama pun, tetap dapat berbeda arti karena setiap orang mengartikan dan memahami dengan cara yang berbeda - beda, tergantung konteks, situasi, dan pengalaman orang itu sendiri.

Bayangkan anda memberi saya 5 buah cokelat yang kamu buat sendiri, kamu bilang cokelat nya enak. Tapi setelah saya makan semua, saya bilang “Cokelat nya tidak enak semuanya”

Bagaimana reaksi kamu? terlepas dari fakta apakah kamu kecewa atau tidak, apa yang kamu tangkap dari perkataan saya? Apakah…

  1. Semua cokelatnya, dari nomor 1 - 5 tidak ada yang enak,
  2. Beberapa cokelat ada yang enak, tapi sisa nya tidak.

Percaya atau tidak, dua - duanya benar. Tergantung bagaimana intuisi bahasa kamu menerjemahkannya. Hal ini karena kalimat tadi bisa dipecah menjadi 2 kemungkinan.

“Cokelat nya tidak enak semuanya”

Menjadi:

  1. [Cokelat nya tidak enak] + Semuanya = Semua cokelat nya tidak enak
  2. [Cokelat nya tidak] + [Enak Semuanya] = Sebagian cokelat nya tidak enak

Dalam ilmu linguistik, pola ini disebut syntatic ambiguity, yaitu ketika ada satu modifier yang bisa diterapkan pada lebih dari 1 kata.

Dalam kasus ini, tidak jelas apakah modifier“semuanya” hanya berlaku pada adjektif “enak” atau pada seluruh kalimat.

Illusion of Perception

Kita pikir kita melihat dunia, padahal hanyalah sebuah persepsi terhadap dunia.
Karena segala hal yang kita pikir kita nyata, hanyalah ilusi dari kenyataan.
Ilusi yang diciptakan oleh persepsi ini membuat kita tidak bisa membedakan antara peta dengan wilayah yang sebenarnya.

Ilusi ini tidak ada pada mata kita, telinga kita, kulit kita, lidah kita, melainkan juga pada setiap kata yang kita dengar dan kita ucapkan. Kita semua berinteraksi dengan dunia melalui peta yang kita ciptakan melalui persepsi.

Kita tidak pernah mengenal apa itu kenyataan, kita hanya dapat melihat persepsi kita atas kenyataan itu sendiri.

“The map is not the territory”

-Korzybski, science and sanity

Referensi:

  1. Buku: “The Structure of Magic, volume 1” oleh Richard Banderl dan John Grinder